September 14, 2019

Lembar Terakhir


Ini adalah suatu hal yang mungkin aku gak pernah disangka, dan gak pernah diinginkan. Tapi kenyataannya ini semua memang terjadi, kadang kita suka gak tersadar Cinta seperti apa yang kita butuhkan? Kita selalu mengejar apa yang kita inginkan, tanpa berpikir "apakah aku membutuhkan itu?".

Namaku Raras Saraswati, banyak cerita cinta yang sudah aku jalani, akupun banyak mengenal berbagai karakter laki-laki. Sebagian besar teman-temanku adalah laki-laki. Aku tinggal di Jakarta di lingkungan perkampungan, permahan kumuh di Jakarta. Aku mengenal Cinta diusia remaja yaitu diusia 15 tahun, tepatnya dikelas 3 SMP. Pertama kalinya merasakan Jatuh Cinta sama seorang laki-laki penjaga warung klontong di dekat rumahku namanya Anto. Dia laki-laki seusia denganku, tapi nasibnya dia berbeda denganku. Dia adalah seorang perantau dari Pekalongan.

Dialah laki-laki baik dan lugu, laki-laki yang aku kenal tidak pernah berbuat macam-macam. Aku merasa salut dengannya, datang ke Jakarta untuk bekerja diusia 15 tahun diusia dimana remaja sedang labil-labilnya dalam berpikir. Aku gak pernah berpikir kalo dia suka sama aku, karena awalnya temanku Desi yang menyukai Anto. Kami sering membeli sesuatu di warung klontong tempat Anto bekerja, dari situlah kami sering berkomunikasi. 


Waktu terus berjalan, sampai dihari Valentine Anto memberikan aku Coklat SilverQueen yang tadinya aku kira dia mau kasih ke Desi. Karena Desi juga mendapatkan Coklat dari Aziz yaitu teman Anto.

"Ras, ini ada coklat buat lu" dengan to the point Anto katakan sambil memberikan Coklat padaku.
"Hah!! buat gue?" menatap dengan heran.
"Iya Ras, gue suka sama lu. Lu mau gak jadi cewe gue?" sambil menatap malu.
Tersenyum, "Eeemm, Iya to mau" jawabku.

Entah, aku merasa tidak enak hati dengan Desi karena laki-laki yang disukainya memberikan Coklat untukku.

"Nih, ada Coklat juga buat Desi dari Aziz" memberikan Coklatnya.
Aku menyuruhnya untuk Anto langsung kasih ke Desi, karena rasa tidak enak hatiku. "Oh ya, coba kasih ke Desi langsung aja. Tuh, orangnya ada didepan rumah Ma I'ik". Aku mengantarkannya dan Anto memberikan Coklat dari Aziz ke Desi. Entah apa yang Desi rasakan mungkin sedikit kecewa, dan dia hanya bilang "Terima Kasih ya to".

Aku yang tadinya tidak pernah berpikir untuk dekat dengan Anto, tapi aku menjalin suatu hubungan Cinta Monyet dengannya. Setalah kami menjalin hubungan, kami sering bertemu di samping gang rumah. Aku selalu menunggu kehadirannya, karena dia selalu mengantarkan belanjaan ke Tukang Nasi Uduk di belakang. Setalah dia mengantarkan belanjaan itu, dia pasti selalu lewat depan rumahku untuk menemuiku.

Dalam pertemuan, kita tidak pernah membahas apapun. Kita hanya saling menatap dan tersenyum, dengan jantung yang berdebar Anto memegang tanganku dan mengenggamnya. Hanya 10 sampai 15 menit kita bertemu, karena dia harus kembali ke warung untuk bekerja. Hubungan kita terjalin tanpa alat komunikasi telepon genggang/seluler. Ketika ingin bertemu, aku hanya selalu menunggu Anto lewat depan rumahku.

Saat aku sedang menunggu, dia datang dan akupun menghampirinya. Dia sempat mengajaku pergi dengan motor kerjanya keluar menghirup angin malam.
Dengan tersenyum "Gue udah nungguin lu dari tadi". Ujarku
Anto menjawab "Sorry ya, tadi rame di warung".
"Iya gak papa". Jawabku
"Jalan sebentar yuk keluar, kita muter-muter aja". Anto mengajakku
"Emm, yaudah ayooo". Jawabku sambil menatapnya dengan senyuman lebar.

Disepanjang jalanpun kita tidak bicara apa-apa, kita hanya menikmati malam itu dengan berkendara motor dan aku duduk dibonceng sambil memeluknya dari belakang.

Setelah itu, dia mengantarku pulang dan sesampainya di rumah dia berkata "Besok kita ketemu lagi ya" dengan senyum lesung pipinya. Akupun menjawab "Iya, gue tunggu".

Keesok harinya Anto datang, dan seperti biasa aku duduk menunggu kedatangannya. Tapi kali ini Anto agak berbeda, seperti ada hal serius yang ingin dibicarakan.
"Sorry nih, gue baru datang". Tersenyum dengan beban
Aku hanya tersenyum dan menatapnya, karena merasa ada yang berbeda dari dirinya.
Dengan terbata dia mengatakan "Gue pengen ngobrol, dimana ya biar kita bisa ngobrol santai?".
Akupun mengajak dia ke rumah Desi. "Yuukk, kita ke rumah Desi aja". Sesampainya di rumah Desi aku mempersilahkan dia duduk di teras depan.
"Des, numpang duduk ya disini. Mau ngobrol-ngobrol bentar". Teriakku terhadap Desi dari depan rumahnya.
"Oh iya ras, bilang aja mau pacaran". Jawab Desi sambil tertawa.

Sayangnya hubungan kita terlalu singkat, Anto memutuskan untuk pulang ke Pekalongan. Dengan berat hati dia mengatakannya kepadaku.
"Ras, sini duduk". Anto menyuruhku duduk disampingnya.
"Iya to, kenapa sih tumben? Emang mau ngomong apaan?". Aku duduk disampingnya.
Anto menundukkan kepalanya dan berkata "Ras, besok gue mau balik ke kampung".
Akupun langsung menatapnya dengan kaget dan bertanya "Berapa lama di kampung?".
Anto menatapku dan menggenggam tanganku dengan erat, "Gak tau ras, bisa balik lagi bisa enggak".
"Emang kenapa? terus kerjaan lu gimana?" tanyaku.
"Gue udah ngundurin diri dari warung" sambil menatapku.
Akupun menangis, sambil bersandar di pundaknya. "Kenapa harus secepat ini? terus gue gimana?".
"Kan kita masih bisa telponan", dengan senyum menghiburku dan menghapus air mataku.
"Masih gak nyangka, harus secepatnya ini". rasa tidak rela bila Anto harus pulang kampung.
Anto mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, yaitu sepasang kalung Liontin Hati.


Bersambung....